Apa Itu HIV/AIDS Mengapa Sangat Berbahaya??


HIV/AIDS

Pengertian HIV/AIDS
 
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitu sejenis virus yang menyebabkan AIDS ( Ajen Dianawati, 2006).

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang memperlemah kekebalan tubuh manusia. HIV menyerang tubuh manusia dengan cara membunuh atau merusak sel-sel yang berperan dalam kekebalan tubuh sehingga kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan kanker menurun drastis (Ronald Hutapea, 2011).

AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah sindrom kekebalan tubuh oleh infeksi HIV. Perjalanan penyakit ini lambat dan gejala – gejala AIDS rata – rata baru timbul 10 tahun sesudah terjadinya infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi. Virus masuk kedalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan secret vagina. Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual.
(Nana Noviana, 2013 )

AIDS adalah sebuah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, artinya suatu gejala menurunnya system kekebalan tubuh seseorang memang pada dasarnya setiap orang mempunyai sistem kekebalan tubuh yang dapat melindunginya dari berbagai serangan, seperti virus, kuman, dan penyakit lainnya. Jadi, sebenarnya AIDS ini hanyalah suatu gejala penyakit atau sindrom. Dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang, orang itu akan lebih mudah terserang berbagai penyakit tersebut (Ajen Dianawati, 2006).


Perjalanan HIV Menjadi AIDS Melalui cara sebagai berikut : 

a. setelah seseorang terinfeksi HIV, dalam waktu 2-3 bulan tubuhnya baru akan menghasilkan antibody. Masa ini disebut “periode jendela“, berdasarkan hasil tes darah yang dilakukan, barulah dapat diketahui seseorang tadi mengidap HIV positif (+) atau HIV negative (-). Disebut HIV (+) jika dalam darahnya terkandung HIV, disebut HIV (-) jika dalam darahnya tidak terkandung HIV. Kondisi HIV (+) dan HIV (-) disebut “status HIV seseorang”. Jika ternyata orang tersebut mengandung HIV (+), gejala yang terlihat belum ada, hanya merasakan sakit ringan biasa seperti flu. Masa-masa ini disebut “masa laten”, dapat berlangsung selama 7-10 tahun. Baik pada masa periode jendela maupun pasa masa laten, seseorang tersebut sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.

b. Setelah melewati masa laten, orang yang terinfeksi HIV tadi mulai memperlihatkan gejala-gejala AIDS. Maka, dapat diramalkan bahwa orang tersebut hanya dapat bertahan hidup selama 2 tahun, sejak didapatkan gejala-gejala AIDS.

HIV ini menyerang sel-sel darah putih dalam tubuh, sehingga jumlah sel darah putih semakin berkurang dan menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi melemah. Padahal, fungsi sel darah putih adalah sebagai pelindung tubuh dari serangan luar, seperti kuman, virus, atau penyakit yang masuk ke dalam tubuh. Selain itu, sel darah putih berfungsi memproduksi zat antibodi untuk membasmi serangan-serangan dari luar tadi. Setiap penyakit akan memproduksi antibodi yang khas untuk penyakit tersebut. Bahkan sel darah putih mampu memproduksi antibodi yang dapat melindungi tubuh seumur hidup. (Ajen Dianawati, 2006)

Meskipun telah dilakukan berbagai percobaan untuk mengembangkan vaksin HIV ini, sampai detik ini belum dapat ditemukan pengobatan yang maksimal terhadap pencegahan HIV dan AIDS.


Masa Inkubasi HIV
Waktu antara HIV masuk ke dalam tubuh sampai gejala pertama AIDS disebut juga masa inkubasi HIV adalah bervariasi antara setengah tahun sampai lebih dari tujuh tahun. HIV ( antigen ) hanya dapat dideteksi dalam waktu singkat kira – kira setengah bulan sampai dengan 2,5 bulan sesudah HIV masuk tubuh. Untuk membantu menegakkan diagnosis pemeriksaan mencari HIV tidak dianjurkan karena mahal, memakan waktu lama dan hanya dapat ditemukan dalam waktu terbatas.

Tubuh memerlukan waktu untuk dapat menghasilkan antibody. Waktu ini rata – rata 2 bulan, ini berarti bahwa seseorang dalam infeksi HIV dalam 2 bulan pertama diagnosisnya belum dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium berdasarkan penentuan antibody. Lama waktu 2 bulan ini disebut window period. ( Nana Noviana, 2013 ) 

Infeksi HIV

HIV masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertical, horizontal dan transeksual. Jadi HIV dapat mencapai sirkulasi sistematik secara langsung dan diperantai benda tajam yang mampu menembus dinding pembuluh darah atau secara tidak langsung melalui kulit dan mukosa yang tidak intake seperti yang terjadi kontak seksual. Begitu mencapai atau berada dalam sirkulasi sistematik, 4 – 11 hari sejak paparan pertama HIV dapat dideteksi di dalam darah ( Nana Noviana, 2013 ).


Penyebab AIDS 

AIDS disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus), yang sampai sekarang belum dapat diketahui asal - asulnya. Kasus AIDS pertama kali dilaporkan dari pusat pengendalian penyakit atau Center For Disease Control (CDC), kasus-kasus AIDS ini semakin meningkat dengan pesat dan telah menyebar keseluruh dunia, termasuk Indonesia. Laporan tentang kasus – kasus tersebut semakin menambah tantangan bagi dunia ilmu kedokteran, karena pengobatan untuk penyembuhan AIDS ini sampai sekarang belum dapat ditemukan. Jenis obat yang diberikan hanya untuk membantu seseorang memperpanjang sisa hidupnya, seperti AZT (azidothymidine). Namun jenis obat-obatan tersebut sangat mahal harganya karena harus diimpor dari luar negeri, sehingga penderita AIDS di Indonesia tidak mudah mendapatkannya. Padahal, obat-obatan tersebut harus diminum dalam dosis banyak.

Penularan AIDS dapat terjadi tidak hanya melalui hubungan seksual. Pemakaian jarum suntik yang tidak steril yang biasanya terjadi pada pengguna narkoba dan menerima transfusi darah yang sudah tercemar HIV juga dapat menyebabkan seseorang tertular penyakit ini. Selain itu, penularan dapat juga terjadi dari ibu ke bayi yang dikandung, atau disusuinya (perinatal). 

HIV tidak menular melalui kontak sosial seperti :

a. Bersentuhan dengan pengidap HIV
b. Berjabat tangan dengan ODHA
c. Berciuman, bersih dan batuk
d. Melalui makanan dan minuman
e. Gigitan nyamuk dan serangga lainnya
f. Berenang bersama ODHA di kolam renang

2. HIV mudah mati di luar tubuh karena terkena air panas, sabun dan bahan pencuci hama.

3. Cara hubungan seksual yang paling rawan bagi penularan HIV/AIDS adalah sebagai berikut :
a. Anogenital pasif. Penis mitra seksual pengidap HIV masuk ke lubang dubur pasangan.
b. Anogenital aktif. Penis masuk ke lubang dubur mitra seksual pengidap HIV
c. Genetalia - genetalia aktif. Penis masuk ke vagina mitra seksual pengidap HIV
d. Senggama terputus dengan mitra pengidap HIV dan AIDS
 
Gejala
Seorang dewasa dianggap menderita HIV jika menunjukkan tes HIV positif dengan strategi pemeriksaan yang sesuai dan sekurang-kurangnya didapatkan 2 gejala mayor yang berkaitan dengan 1 gejala minor, dan gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan-keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV atau ditemukan sarcoma kaposi atau pneumonia yang mengancam jiwa berulang.

Gejala – gejala HIV/AIDS adalah :
1. Stadium awal infeksi HIV, gejala-gejalanya: 
a. Demam 
b. Kelelahan 
c. Nyeri sendi
d. Pembesaran kelenjer getah bening ( dileher,ketiak,lipatan paha ).

2. Stadium tanda gejala
Stadium dimana penderita tampak sehat,namun dapat merupakan sumber penularan infeksi HIV.

3. Stadium ARC ( AIDS Related Complex ) dengan gejala
a. Demam > 38 derajad Celsius secara berkala/terus menerus 
b. Menurunnya berat badan > 10% dalam waktu 3 bulan 
c. Pembesaran kelenjer getah bening
d. Diare/mencret yang berkala/terus menerus dalam waktu yang lebih dari 1 bulan tanpa sebab yang jelas
e. Kelemahan tubuh yang menurun aktifitas fisik dan keringat malam

4. Stadium AIDS gejala – gejalanya.
a. Gejala klinis utama yaitu terdapatnya kanker kulit yang disebut sarcoma Kaposi ( tampak bercak merah kebiruan dikulit )
b. Kanker kelenjer getah bening infeksi penyakit penyerta, misalnya: pneumonia yang disebabkan oleh pnemocystiscarinii ,TBC
c. Peradangan otak/selaput otak ( Anik Maryunani dkk 2009 ).


Penularan HIV/AIDS

Virus AIDS atau HIV terdapat dalam darah dan cairan tubuh seseorang yang telah tertular, walaupun orang tersebut belum menunjukkan keluhan atau gejala penyakit. HIV hanya dapat ditularkan bila terjadi kontak langsung dengan cairan tubuh atau darah. Dosis virus memegang peranan penting. Semakin besar jumlah virus yang terdapat dalam tubuh maka semakin besar kemungkinan terinfeksi. Jumlah virus terbanyak terdapat dalam darah, sperma, cairan vagina, dan serviks, serta cairan dalam otak. Sedangkan di dalam saliva, air mata, urine, keringat dan air susu hanya ditemukan sedikit sekali (Notoatmodjo, 2007) 

Terdapat 3 cara penularan HIV, yaitu: 

1. Secara transeksual ( homoseksual maupun heteroseksual )

Kontak seksual merupakan salah satu cara utama transmisi HIV di berbagai belahan dunia. Virus ini dapat ditemukan dalam cairan semen, cairan vagina, terutama bila terjadi peningkatan jumlah limfosit dalam cairan, seperti pada keadaan peradangan genetalia misalnya uretritis, epidimitis, dan kelainan lain yang berhubungan dengan penyakit menular seksual. Hubungan seksual lewat anus adalah merupakan transmisi infeksi HIV yang lebih mudah karena pada anus hanya terdapat membran mukosa rectum yang tipis dan mudah robek, sehingga anus muda terjadi lesi, bila terjadi lesi maka akan memudahkan masuknya virus sehingga memudahkan untuk terjadinya infeksi.

2. Kontak langsung dengan darah atau produk darah/jarum suntik. 

a. Transfusi darah/ produk darah yang tercemar HIV, resikonya sangat tinggi hingga mencapai 90%. Ditemukan sekitar 3-5% dari total kejadian di dunia. 

b. Pemakaian jarum yang tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik pada pengguna narkoba suntik. Resiko kejadian mencapai 0,5-1% dan terdapat 5-10% dari total kejadian di dunia.

c. Penularan lewat kecelakaan, seperti tertusuk jarum pada petugas kesehatan, resikonya kurang dari 0,5% dan telah terdapat kurang dari 0,1% dari total kejadian di dunia. 

3. Secara vertical dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak.

Anak – anak terinfeksi HIV dari ibunya yang terinfeksi HIV kepada janinnya sewaktu hamil, persalinan dan setelah melahirkan melalui pemberian air susu ibu ( ASI ). Angka penularan selama kehamilan sekitar 5 – 10%, sewaktu persalinan 10 – 20%, dan saat pemberian ASI 10 –20%

Virus dapat ditemukan dalam ASI sehingga ASI merupakan perantara penularan HIV dari ibu ke bayi pasce-natal. Bila mungkin pemberian air susu oleh ibu yang terinfeksi sebaiknya dihindari ( Nana Noviana, 2013 ).



Diagnosis

Infeksi HIV dapat diperiksa dengan suatu tes darah yang disebut ELSA, singkatan dari enzyme linked immunosorbent assay. ELSA mendektesi adanya antibody terhadap HIV di dalam aliran darah, seseorang mulai membentuk antibody terhadap infeksi HIV lama sebelum menunjukan gejala-gejala dan bertahun-tahun sebelum sampai tahap AIDS. Sekalipun tes antibody tidak secara langsung menunjukan terdapatnya virus , suatu hasil tes yang positif ( dikatakan seropositif ) umumnya menandakan bahwa orang tuh telah tertular HIV dan bahwa imun tubuhnya telah menghasilkan antibody terhadap infeksi tersebut. Namun demikian terdapat sedikitnya satu pengecualian, semua bayi yang telah dilahirkan oleh ibu penyandang HIV pada permulaan akan menunjukan tes positif terhadap antibody HIV, sekalipun hanya sepertiga diantaranya yang sesungguhnya terinfeksi.

Hal ini karena antibody pada darah ibunya dapat menyeberang lewat plasenta kedalam darah bayi walaupun virusnya sendiri tidak turut, sedangkan suatu tes yang negative ( disebut seronegatif ) menunjukan bahwa tidak ada ditemukan antibody. Suatu tes darah yang lebih canggih tes western bolt ini menguji adanya pola khusus pada rantai protein yang khas bagi virus tersebut. Adanya antibody HIV tidak berarti atau memberi petunjuk bahwa seseorang yang tertular HIV akan memperoleh AIDS. Diagnosa AIDS menuntut adanya penyakit-penyakit indikator tertentu.


Contoh gambar orang penderita HIV/AIDS



Penanganan HIV/AIDS

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pencegahan infeksi HIV diantaranya adalah sebagai berikut (Astuti, 2009): 

1. Pencegahan penularan melalui hubungan seksual. Pencegahan penularan melalui hubungan seksual memegang peranan yang penting. Oleh karena itu, setiap orang perlu memiliki perilaku seksual yang aman dan bertanggung jawab, yaitu serangkaian upaya yang sering disebut dengan strategi A, B, C, D, E, yaitu: 

a. Abstinence
    yaitu tidak melakukan hubungan seksual. 
b. Be faithful
    yaitu selalu setia terhadap pasangan. 
c. Condom
    menggunakan pengaman saat melakukan hubungan yang tidak aman atau beresiko. 
d. Don’t inject
    tidak melakukan penyalahgunaan Napza sama sekali terutama yang disuntikkan, termasuk selalu menggunakan jarum steril untuk tindik, tato dan akupuntur. 
e. Education
    selalu berusaha mendapatkan informasi yang edukatif dan benar tentang bahaya HIV/AIDS, kesehatan reproduksi dan Napza

Pencegahan penularan melalui darah. 

Pencegahan HIV melalui darah menuntut kita untuk selalu berhati-hati dalam berbagai tindakan yang berhubungan dengan darah atau produk darah dan plasma. 

3. Pencegahan penularan melalui jarum suntik dan alat yang dapat melukai kulit. Penggunaan alat-alat seperti jarum suntik, alat cukur, alat tindik, perlu diperhatikan dalam masalah sterilisasinya. Tindakan desinfeksi dalam pemanasan atau larutan desinfektan merupakan tindakan yang sangat penting untuk dilakukan. Penggunaan narkoba terutama yang disuntikkan sangat tidak dianjurkan. 

4. Pencegahan penularan melalui transfusi darah. 

Memastikan bahwa darah yang digunakan untuk tranfusi tidak tercemar oleh HIV dan perlu dianjurkan bagi penderita HIV atau pengidp virus HIV untuk tidak mendonorkan darahnya. Begitu pula bagi mereka yang mempunyai perilaku beresiko tinggi, misalnya sering melakukan hubungan seks dengan berganti-ganti pasangan dan juga pengguda narkoba suntik. 

5. Pencegahan penularan dari ibu kepada bayinya. 

Resiko penularan HIV dari seorang ibu yang hamil dengan HIV (+) kepada bayi yang dikandungnya berkisar 30-40%. Resiko penularan tergantung dari kadar virus yang berada dalam tubuh ibu. Pada fase AIDS resiko penularan akan menjadi lebih besar, karena jumlah virus dalam darah semakin tinggi. Dengan pencegahan efektif resiko penularan dapat diturunkan sekitar 5-10%, yaitu dengan cara memberikan obat antiretroviral menjelang persalinan lewat operasi caesar dan tidak memberikan ASI ibu kepada bayinya. 


Pemberian Antiretrovirus

ART ( antiretrovirus ) direkomendasikan untuk semua ODHA penularan dapat diturunkan hingga 20% pada ODHA yang dalam terapi ART tujuan terapi ART untuk membantu meningkatkan perpanjangan kekebalan tubuh si penderita dan menurunkan kadar HIV serendah mungkin. Keuntungan pemberian ART ini harus di bandingkan dengan potensi toksisitas, teratogenesis dan efek samping jangka panjang, sayang sekali efek penelitian mengenai toksisitas dan efek samping jangka lama ART tersebut diduga akan meningkatkan pada pemberian kombinasi ART seperti efek teratogesis kombinasi ART, efek teratogenesis kombinasi ART anatagonis folat yang dilaporkan Junggman dkk.


Namun penelitian terakhir oleh Toumala skk menunjukan bahwa dibandingkan dengan monotrapi, terapi kombinasi ART tidak tidak menunjukan resiko.

0 komentar:

Posting Komentar